Isi Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008


Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik yang dapat mengatur dengan secara jelas dan lebih rinci sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.

Dasar Hukum
Dasar Hukum dibentuknya undang-undang ini yaitu :
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sistematika Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik

Berikut saya berikan Isi Utama dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2008, yang terdiri dari 13 bab dan 54 pasal, sebagai berikut :


Bab I (Pasal 1-2) berisi tentang istilah-istilah yang terdapat dalam undang-undang ini dan mengenai daya laku undang-undang ini. Dapat kita lihat dari pasal 1 yang mana menjelaskan mengenai istilah-istilah seperti : informasi elektronik, transaksi elektronik, teknologi informasi, dokumen elektronik, sistem elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, jaringan sistem elektronik, agen elektonik, sertifikat elektronik, penyelenggara sertifikasi elektronik, lembaga sertifikasi, tanda tangan elektronik, penanda tangan, komputer, akses, kode akses, kontrak elektronik, pengirim, penerima, nama domain, orang, badan usaha, dan pemerintah. Hal ini dilakukan agar terdapat kesepahaman mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam UU No. 11 tahun 2008 ini.

Bab II (Pasal 3-4) berisi tentang asas dan tujuan dari pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Disin dalam pemnfaatannya teknologi informasi dan transaksi elektonik memiliki tujuan yang positif, antara lain : mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan perdagangan serta perekonomian nasional, meningkatkan efektifitas dan efisiensi publik, memberikan kesempatan kepada orang seluas-luasnya untuk memajukan pikiran dan kemampaun, dan memberikan rasa aman kepada pengguna teknologi informasi.Oleh karena itu dalam pemanfaatannya diperlukan itikad yang baik dalam penggunaannya.

Bab III (Pasal 5-12) berisi tentang informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya yang merupakan alat bukti hukum yang sah. Dalam bab ini juga membahas mengenai tanda tangan elektronik. Bila saya kaitkan antara bab III ini dengan realita yang ada, maka saya akan mengambil contoh mengenai forum jual beli online atau situs-situs yang menawarkan produk kepada konsumen secara online. Dapat dibilang hal ini sebagai hak kita untuk mendapatkan perlindungan secara hukum dalam bertransaksi secara online.

Bab IV (Pasal 13-16) berisi tentang penyelenggaraan sertifikasi dan sistem elektronik. Fungsi sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik itu sendiri adalah untuk menjamin keamanan penyelenggaraan sistem elektronik. Contoh konkretnya adalah penyelenggaraan sistem elektronik Perbankan dijamin aman oleh penyelenggara sertifikasi elektronik apabila telah mendapatkan sertifikasi elektronik. Lembaga-lembaga lain yang dapat menggunakan sistem ini, seperti : penerbangan, telekomunikasi, teknologi informasi, pasar modal, dan lain-lain yang terpenting perusahaan tersebut telah menjami keamanan penyelenggaraan sistem elektronik.

Bab V (Pasal 17-22) berisi tentang penyelenggaraan transaksi elektronik dalam lingkup publik dan privat. Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh dalam sistem pembayaran online baik menggunakan kartu kredit, internet banking, maupun digital cash masing-masing memiliki sisi kelemahan. Kelemahan terbesar dari metode pembayaran secara online ternyata bukan terletak bukan pada sistem elektronik yang digunakan itu sendiri, melainkan pada faktor humans (manusia sebagai pengguna) yang lalai atau tidak aware terhadap penggunaan identitas pribadi (user name, password, profil, dan lain-lain).

Bab VI (Pasal 23-26) berisi tentang nama domain, kekayaan intelektual, dan perlindungan hak pribadi. Pembahasan pada bab VI ini berkaitan dengan informasi elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, desain situs internet, dan karya-karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan perlindungan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sama saja dengan perlindungan hak paten atas terciptanya suatu karya pribadi.

Bab VII (Pasal 27-37) berisi tentang perbuatan yang dilarang dalam informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Jelas sekali bahwa bab ini mengatur mengenai etika kita dalam mendistribusikan informasi elektronik tidak boleh mengandung hal yang melanggar, seperti : norma kesusilaan, penghinaan, pencemaran nama baik, dan hal-hal negatif lainnya. Sepertinya kalau kita melihat dari fenomena sekarang bagaimana terdapat kasus-kasus hukum lainnya yang bermula dari pelanggaran dalam pendistribusian informasi elektronik, sebagai contoh : penyebaran video porno, tweet war yang pada akhirnya berujung pada penghinaan, dan masih banyak kasus lainnya.

Bab VIII (Pasal 38-39) berisi tentang penyelesaian sengketa dalam sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian. Masih berkaitan dengan dengan bab VII, jika terjadi sengketa atau permasalahan yang terjadi maka kasus tersebut dapat di bawa ke dalam ranah hukum perdata bahkan pidana. Karena di negara Indonesia hukum ini masih sulit ditegakkan undang-undang tersebut karena masih kurangnya bukti yang dapat menjerat pelakunya dalam ranah hukum, maka diperlukan proses pembuktian dengan menggunakan bukti-bukti yang kuat.

Bab IX (Pasal 40-41) berisi tentang peran pemerintah dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta peran masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Dengan bertambahnya waktu, maka perkembangan teknologi informasi semakin maju pula. Hal ini mendorong semakin banyak modus kejahatan cyber yang terus berubah dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagai media komunikasi kejahatan, pencurian, penipuan, dan banyak sekali kejahatan yang senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam memodifikasi aksi kejahatan sehingga tidak terendus oleh pihak yang berwajib. Dari permasalahan itu hendaknya pemerintah Indonesia diharapkan harus terus mengkaji bentuk kejahatan baru di bidang cybercrime agar modus kejahatan baru dapat segera teratasi dan menemukan solusi teknologi terbaru dan efektif menghadapi kejahatan cyber.

Bab X (Pasal 42-44) berisi tentang penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang Informasi dan transaksi elektronik ini beserta alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Kepolisian selaku pihak yang bertanggung jawab untuk mengusut serta menyidik kasus ini akan mengumpulkan beberapa bukti.

Bab XI (Pasal 45-52) berisi tentang ketentuan pidana. Bila terbukti terjadi pelanggaran di bidang informasi dan transaksi elektronik, maka akan terkena pasal 27 ayat 3 dan pasal 45 ayat 1 dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah. Berikut ini beberapa kasus yang dapat menjerat pelakunya terhadap tindak pindana.

Bab XII (Pasal 53) berisi tentang ketentuan peralihan dan bab XIII (Pasal 54) berisi tentang ketentuan penutup.


Bila kita merangkum secara garis besar hal-hal yang penting yang berhubungan dengan prinsip hukum ITE, maka kita akan membahas hal-hal seperti :
1. Transaksi elektronik

2. Nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama

3. Hak kekayaan intelektual

4. Perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam pemanfaatan teknologi dan transaksi elektronik

5. Peran pemerintah dan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi dan transaksi elektronik

6. Ketentuan pidana bagi pihak pelanggar dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik








Komentar